Kenapa Fenomena NEET di Kalangan Anak Muda Perlu Kita Pahami?
Oleh: Agen Pojok Statistik UI
Halo, Sobat Data!
Pernah denger istilah NEET? NEET atau “Not in Employment, Education, and Training” adalah istilah untuk kelompok anak muda yang saat ini enggak aktif di pasar kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), NEET adalah penduduk usia muda (15–24 Tahun) yang sedang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan.
Kenapa sih NEET ini penting banget? Soalnya, masalah ini berhubungan dengan banyak hal yang sering dialamin generasi muda, kayak pengangguran, putus sekolah, atau kesulitan untuk masuk ke dunia kerja setelah lulus. Makanya, kita perlu pandangan yang lebih luas soal NEET ini, agar bonus demografi yang ada di negara-negara seperti Indonesia bisa menjadi peluang, bukan malah menjadi tantangan bagi generasi muda kita.
Oh iya, NEET beda lho dengan pengangguran biasa. NEET untuk pemuda ini belum ada definisi pastinya. Menurut Eurostat, International Labour Organization (ILO), dan beberapa organisasi lain, NEET itu diartikan sebagai persentase kelompok usia dan jenis kelamin tertentu yang tidak bekerja dan tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan lebih lanjut.
Nah, dari definisi ILO tadi, didapatkan definisi NEET, yaitu merupakan pengangguran terbuka muda yang tidak sedang memperoleh pendidikan atau pelatihan, dan/atau tidak mengikuti pendidikan atau pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir; dan pemuda yang tergolong bukan angkatan kerja yang tidak sedang memperoleh pendidikan atau pelatihan, dan/atau tidak mengikuti pendidikan atau pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir.
Jadi, kalau dirangkum, indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika memenuhi dua kondisi berikut:
- Tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif);
- Tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.
Selain definisi tadi, ILO juga menjelaskan NEET ke dalam rumus, lho! Berikut adalah definisi NEET secara matematis dalam formula (1)
atau bisa juga dalam formula (2) berikut:
Nah, dari formula (2), seorang penganggur yang masih berstatus sebagai pelajar nggak termasuk dalam hitungan NEET. Kalau ada pelajar yang bekerja minimal satu jam dalam seminggu terakhir, dia akan dikategorikan sebagai pekerja. Sementara itu, kalau seorang pelajar nggak bekerja tapi sebenarnya bisa dan aktif mencari pekerjaan, dia tetap masuk dalam kategori penganggur.
“Aduh, pusing banget. Kok aku masih nggak ngerti gimana pengklasifikasikan NEET, ya?”
Tenang! Di bawah ini, ada skema yang bisa bantu kamu untuk lebih mengerti bagaimana pengklasifikasian NEET dalam populasi pemuda!
Gimana? Sekarang udah lebih mengerti tentang NEET, kan?
Oke, terus, ngapain sih kita perlu membahas tentang NEET di kalangan muda ini? Fenomena NEET di kalangan muda bisa dibilang cukup serius, lho. Bayangin aja, ada segmen usia produktif yang lagi enggak kuliah, enggak kerja, dan juga enggak ikut pelatihan apapun — seolah jalan di tempat di masa-masa seharusnya paling aktif mereka. Artikel ini jadi penting banget buat kita pahami kenapa kondisi ini perlu perhatian khusus. Selain jadi refleksi untuk diri sendiri, pembahasan ini juga ngasih insight tentang gimana sih urgensi mengatasi NEET biar Indonesia, yang sedang dalam momen bonus demografi, bisa memaksimalkan potensi generasi mudanya.
Bagaimana Kondisi NEET di Asia Tenggara, ya?
Secara keseluruhan, berikut adalah persentase NEET di Asia Tenggara pada tahun 2018–2020.
Persentase NEET di Asia Tenggara pada tahun 2018–2020 cukup beragam, di mana Indonesia memiliki persentase tertinggi pada tahun 2018 dan 2020 yaitu dengan persentase 21,74% dan 21,76%. Pada tahun 2021, Brunei Darussalam memiliki persentase tertinggi sebesar 20,9%. Secara keseluruhan, Singapura memiliki persentase NEET terendah sebesar 4,3%, 4,13%, dan 4,46% selama 2018–2020.
Oke, kalo gitu, bagaimana kondisi NEET di Indonesia, ya?
Secara keseluruhan, berikut adalah persentase NEET di Indonesia tahun 2020–2022.
Persentase NEET di Indonesia 2020–2022 tetap tinggi, mulai dari 19,88% di 2020, naik ke 22,94% di 2021, lalu turun sedikit jadi 21,84% di 2022. Hal ini menunjukan kalau masih banyak anak muda yang nggak punya akses ke pendidikan, kerja, atau pelatihan. Angka NEET yang tinggi bisa menjadi masalah, karena bisa berdampak buruk buat masa depan ekonomi kita.
Kalo NEET di provinsi-provinsi di Indonesia, gimana tuh?
Berikut adalah visualisasi persentase NEET menurut Provinsi 2020–2022:
Jadi, kalau kita lihat data NEET di Indonesia antara 2020–2022, ada beberapa provinsi yang permasalahannya makin nambah, ada juga yang mulai agak turun. Misalnya, Aceh tuh kelihatan banget ada lonjakan di 2022, yang nunjukin lebih banyak anak muda yang engga lagi sekolah, kerja, atau pelatihan. Tapi, ada juga yang stabil atau malah menurun, kayak DKI Jakarta yang bisa dibilang punya angka NEET paling rendah dan cenderung stabil. Nah, Banten dan Bali juga ngehantam angka NEET yang cukup tinggi di 2022, yang bikin kita mikir kenapa banyak anak muda yang terjebak dalam situasi ini? Kalo kita melihat Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua, permasalahannya juga tinggi, dan ini bisa jadi indikator kalau infrastruktur pendidikan atau lapangan kerja di sana emang belum maksimal.
Hal ini menjadi perhatian, karena angka NEET yang tinggi artinya terdapat potensi sumber daya manusia yang nggak terkelola dengan baik, dan hal itu bisa berdampak negatif untuk masa depan ekonomi Indonesia. Jadi, perlu banget ada program yang bener-bener nyentuh akar masalahnya, bukan cuma di permukaan.
Kalo NEET Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Gender, gimana, ya?
Bila kita lihat data NEET di Indonesia antara 2019–2021 berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan gender dapat terlihat di tahun 2019, pada semua jenjang pendidikan, perempuan memiliki persentase yang lebih tinggi dalam kelompok NEET dibandingkan laki-laki, terutama pada jenjang pendidikan SD ke bawah dan SMU. Di jenjang universitas, laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang hampir seimbang. Lalu di tahun 2020, terjadi penurunan proporsi perempuan di beberapa jenjang pendidikan seperti SMU dan Diploma, di mana persentase laki-laki dan perempuan lebih seimbang. Namun, pada jenjang SD ke bawah, perempuan tetap mendominasi. Terakhir di tahun 2021, persentase perempuan kembali meningkat terutama pada jenjang SMU dan SMK. Pada jenjang universitas, laki-laki memiliki sedikit keunggulan dibandingkan perempuan, menunjukkan perubahan kecil dari tren sebelumnya.
Secara keseluruhan, perempuan cenderung mendominasi kelompok NEET pada jenjang pendidikan yang lebih rendah, sementara pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (seperti diploma dan universitas) persentase laki-laki dan perempuan lebih seimbang dengan sedikit fluktuasi di antara tahun-tahun tersebut.
Kira-kira kenapa ya sekarang banyak Gen Z menganggur?
Dari visualisasi data tadi kita jadi bisa menghubungkan dengan faktor yang sekarang mempengaruhi Gen Z banyak menganggur yang mana dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti peluang kerja di mana lulusan pendidikan rendah (SD dan SMP) cenderung memiliki keterbatasan akses terhadap pekerjaan formal, yang cenderung menyebabkan mereka lebih sering masuk kelompok NEET. Selain itu, norma sosial dan peran gender juga dapat menjadi salah satu faktornya di mana dalam beberapa masyarakat, perempuan sering kali lebih diharapkan untuk menjalani peran domestik, sehingga tingkat partisipasi mereka dalam pekerjaan dan pendidikan lanjutan bisa lebih rendah. Tidak hanya itu, akses pendidikan dan keterampilan juga mempengaruhi karena pendidikan lanjutan (misalnya, SMK, diploma, dan universitas) menyediakan keterampilan khusus yang meningkatkan peluang kerja, sehingga lulusan jenjang lebih tinggi cenderung lebih mudah keluar dari kelompok NEET dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi Gen Z menganggur.
Penutup
Fenomena NEET (Not in Education, Employment, or Training) di kalangan anak muda sekarang ini memerlukan perhatian serius karena berpotensi membawa dampak negatif yang signifikan, baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat secara luas. Dalam skala yang lebih besar, keberadaan NEET dapat mengancam stabilitas sosial dan ekonomi, serta memperlambat perkembangan suatu negara. Negara dengan proporsi penduduk muda yang tinggi, seperti Indonesia, berisiko mengalami stagnasi ekonomi jika banyak pemuda yang tidak terlibat dalam pendidikan, pelatihan, atau dunia kerja.
Makanya, mengurangi jumlah pemuda NEET jadi tantangan yang harus dihadapi bersama, terutama oleh pemerintah. Indonesia sudah berkomitmen untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 8, yang fokus pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan kesempatan kerja yang layak untuk semua. Melalui Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017, pemerintah sudah menetapkan mekanisme yang jelas untuk koordinasi, penganggaran, dan evaluasi agar target ini bisa tercapai. Dengan kebijakan yang lebih terarah, diharapkan generasi muda Indonesia bisa mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk berkembang dan berperan aktif dalam memajukan negara.
Referensi
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (2022). Ketenagakerjaan Dalam Data 2022. Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi Ketenagakerjaan
Badan Pusat Statistik. (2022). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, Agustus 2022 (No. Publikasi 04100.2207). Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik.